HADITS TENTANG METODE DAKWAH
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Hadits Tematik MD
Dosen
Pengampu : Bapak Agus Syamsul Huda
Disusun
Oleh :
Anisa
Rochmiana (1501036015)
Khusnul Khotimah (1501036016)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dakwah merupakan tugas suci yang dibebankan kepada setiap
muslim dimana saja ia berada, sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an dan
as-sunnah Rasulullah SAW, kewajiban menyerukan dakwah, dan menyampaikan agama
Islam kepada masyarakat. Dakwah bertujuan untuk memancing dan
mengharapkan potensi fitri manusia agar eksistensi mereka mempunyai makna di
hadapan Allah dan sejarah.
Agar dakwah dapat mencapai sasaran, maka tentunya
diperlukan suatu sistem komunikasi yang baik dalam penyusunan perkataan maupun
perbuatan dalam banyak hal sangat relevan dan terkait dengan nilai-nilai
keislaman. Untuk mencapai tujuan da’i agar tepat sasaran, maka para da’i harus
mempunyai pemahaman yang mendalam, bukan saja menganggap bahwa dakwah dalam
konteks “amar ma’ruf nahi munkar” dan
sekedar menyampaikan saja. Melainkan harus memenuhi beberapa
syarat, diantaranya mencari materi yang cocok, mengetahui psikologis objek
dakwah secara tepat, memilih metode representative, menggunakan bahasa yang
bijaksana dan sebagainya.
Untuk mengetahui apa saja metode yang digunakan seorang
da’i, apa saja bentuk-bentuk metode dan sumbernya, dan bagaimana pengaplikasian
metode dakwah pada masa Rasulullah SAW, pemakalah akan memaparkannya dengan
tujuan kita sebagai calon seorang da’i harus mengetahui metode dakwah agar
dakwah yang kita sampaikan dapat mencapai sasaran.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa arti metode
dakwah?
2.
Apa saja
bentuk-bentuk metode dakwah?
3.
Apa sumber
metode dakwah?
4.
Bagaimana
aplikasi metode dakwah Rasulullah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti Metode Dakwah
Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta”
(melalui) dan “hodos” (jalan, cara). Dengan demikian dapat diartikan bahwa
metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata metodhos artinya jalan, yang dalam
bahasa Arab disebut thariq. Metode
berarti cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai
suatu maksud.
Sedangkan arti dakwah menurut pandangan beberapa pakar atau ilmuwan
adalah sebagai berikut:
1.
Pendapat
Baikhal Khauli, dakwah adalah satu proses menghidupkan peraturan-peraturan
Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan lain.
2.
Pendapat Syekh
Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan
mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari
perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pendapat
ini juga selaras dengan pendapat al-Ghazali bahwa amar ma’ruf nahi munkar
adalah inti gerakan dakwah dan penggerak dalm dinamika masyarakat Islam.
Dari pendapat di atas dapat di ambil pengertian bahwa, metode
dakwah adalah cara-cara tertentu yang
dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih
sayang. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada
suatu padangan human oriented menempatkan
penghargaan yang mulia atas diri manusia.[1]
B. Bentuk-bentuk
Metode Dakwah
ادْعُ إِلَىٰ
سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ
سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
|
“Serulah
manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dijalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(an-Nahl: 125)
Dari ayat tersebut dapat diambil pemahaman bahwa metode dakwah itu
meliputi tiga cakupan, yaitu:
1.
Al-Hikmah
a.
Pengertian al-hikmah
M. Abduh berpendapat bahwa, Hikmah adalah mengetahui rahasia dan
faedah di dalam tiap-tiap hal. Orang yang memiliki hikmah disebut al-hakim
yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu.
Sebagai metode dakwah, al-hikmah diartikan
bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, dan
menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan.
Ibnu Qoyim berpendapat bahwa pengertian hikmah
yang paling tepat adalah seperti yang dikatakan oleh Mujahid dan Malik yang
mendefinisikan bahwa hikmah adalah pengetahuan tentang kebenaran dan
pengalamannya. Hal ini tidak
bisa dicapai kecuali dengan memahami al-Qur’an, dan mendalami syariat-syariat
Islam secara hakikat iman.
Al-hikmah adalah kemampuan dan ketepatan da’i
dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u. al-hikmah
merupakan kemampuan da’I dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas
yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena tu, al-hikmah sebagai sebuah system yang menyatukan
antara kemampuan teoritis dan praktis dalam berdakwah.
b.
Hikmah dalam
Dakwah
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hikmah dalam
dunia dakwah mempunyai posisi yang sangat penting, yaitu dapat menentukan
sukses tidaknya dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan,
strata social, dan latar belakang budaya, para da’i memerlukan hikmah, sehingga
ajaran Islam mampu memasuki ruang hati para mad’u yang tepat. Oleh karena itu,
para da’i dituntut untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan
latar belakangnya, sehingga ide-ide yang di terima dirasakan sebagai sesuatu
yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya.
Pada
suatu saat boleh jadi diamnya da’i menjadi efektif dan berbicara membawa
bencana, tetapi di saat lain terjadi sebaliknya, diam malah mendatangkan bahaya
besar dan berbicara mendatangkan hasil yang gemilang. Kemampuan da’i menempatkan
dirinya, kapan harus berbicara dan kapan harus memilih diam, juga termasuk
bagian dari hikmah dalam dakwah.
Da’i tidak boleh hanya sekedar menyampaikan ajaran agama tanpa
mengamalkannya. Seharusnya da’ilah orang pertama yang mengamalkan apa yang
diucapkannya. Kemampuan da’i untuk menjadi
contoh nyata umatnya dalam bertindak adalah yang seharusnya tidak boleh ditinggalkan
oleh seorang da’i. Dengan amalan nyata yang langsung dilihat oleh
masyarakatnya, para da’i tidak terlalu sulit untuk harus berbicara banyak,
tetapi gerak dia adalah dakwah yang jauh lebih efektif dari sekedar berbicara.
Dalam konteks dakwah, hikmah bukan hanya sebuah pendekatan satu
metode, akan tetapi beberapa pendekatan yang multi dalam sebuah metode. Dalam
dunia dakwah: Hikmah bukan hanya berarti “Mengenal strata mad’u akan tetapi
juga “bila harus bicara, bila harus diam”. Hikmah bukan hanya mencari titik
temu akan tetapi juga toleran yang tanpa kehilangan shigah. Bukan hanya dalam
konteks memilih kata yang tepat, akan tetapi juga cara berpisah, dan akhirnya
pula bahwa, hikmah adalah “Uswatun Hasanah” serta “Lisan al-Haal”.
2.
Al-Mau’idza Al-Hasanah
Terminology mau’izhah hasanah dalam prespektif dakwah sangat
popular, bahkan dalam acara-acara seremonial keagamaan (dakwah atau tabligh)
seperti Maulid Nabi dan Isra’ Mi’raj, istilah mau’izhah hasanah mendapat porsi
khusus dengan sebutan “acara yang ditunggu-tunggu” yang merupakan inti acara
dan biasanya menjadi salah satu keberhasilan sebuah acara.
Secara bahasa, mau’izhah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu
mau’izhah dan hasanah. Kata mau’izhah berasal dari kata wa’adza
yai’idzu-wa’dzan- ‘idzatan yang berarti: nasehat, bimbingan, pendidikan dan
peringatan, sementara hasanah merupakan kebalikan dari sayyi’ah yang artinya
kebaikan lawannya kejelekan.
Adapun penegertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara
lain:
1.
Menurut Imam
Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh H. Hasanuddin adalah sebagai
berikut:
“al-Mau’izhah
al-Hasanah” adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka,
bahwa engkau memberikan nasehat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau
dengan al-Qur’an.
2.
Menurut Abd.
Hamid al-Bilali al-Mau’izhah al-Hasanah merupakan salah satu manhaj (metode)
dalam berdakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan memberikan nasihat atau
membimbing dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik-baik.
Mau’izhah
hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan mengandung unsur bimbingan,
pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan
positif (wasiat) yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan
keselamatan dunia dan akhirat.
Dari
beberapa definisi, mau’izhah hasanah tersebut, mau’izhah hasanah dapat
diklasifikasikan dalam beberapa bentuk:
a.
Nasihat atau
petuah
b.
Bimbingan,
pengajaran (pendidikan)
c.
Kisah-kisah
d.
Kabar gembira
dan peringatan (al-Basyir dan al-Nadzir)
e.
Wasiat
(pesan-pesan positif)
3.
Al-Mujadalah Bi-Al-Lati Hiya Ahsan
Dari segi etimologi (bahasa) lafadz mujalah terambil dari kata
“jadala” yang bermakna memintal, memililit. Apabila ditambahkan alif pada huruf
jim yang mengikuti wazan faaala, “jaa dala” dapat bermakna berdebt, dan
“mujadalah” perdebatan.
Kata “jadala” dapat bermakna menarik tall dan mengikatnya guna
menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk
meyakinkan lawannya denganmenguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang
disampaikan.
Menurut Ali al-Jarisyah, dalam kitabnya Adab
al- Hiwar wa almunnadzarah, mengartikan bahwa “al-jidal” secara bahasa dapat
bermakna pula “Datang untuk memlih kebenaran” dan apabila bentuk isim “al-jadlu”
maka berarti “pertentangan atau perseteruan yang tajam”. Al-Jarisyah menambahkan bahwa, lafadzh “al-jadlu” musytaq dari
lafazh “al-Qottlu” yang berarti sama-sama terjadi pertentangan, sperti halnya
terjadinya perseteruan antara dua orang yang saling bertentangan sehingga
saling antara dua orang yang saling bertentangan sehingga saling melawan/
menyerang dan salah satu menjadi kalah.
Dari segi istilah (terminology) terdapat beberapa pengertian
al-Mujadalah (al-Hiwar). Al-Mujadalah (al-Hiwar) berarti upaya tukar pendapat
yang dilakukan oleh dua pihak secara secara sinergis, tanpa adanya suasana yang
mengharauskan lahirnya permusuhan di antara keduanya. Sedangkan menurut Dr.
Sayyid Muhammad Thantawi ialah, suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan
pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.
Berbantahan dengan baik yaitu dengan jalan
yang sebaik-baiknya dalam bermujadalah, antara lain dengan perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak dengan ucapan yang
kasar atau dengan mempergubakan sesuatu (perkataan) yang bisa menayadarkan
hati, membangunkan jiwa dan memerangi akal pikiran, ini merupakan penolakan
bagi orang yang enggan melakukan perdebatan dalam agama.
Dari pengertian di atas dapatlah diambil
kesimpulan bahwa, al-Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua
pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar
lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti
yang kuat. Antara satu dengn lainnya saling
menghargai dan menghornati pendapat keduanya berpegang kepada kebenaran,
mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut.[2]
Selain dari tiga metode dakwah tersebut diatas, juga terdapat
metode dakwah yang didasarkan pada hadits Nabi:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ
بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ.
( وراه صحيح مسلم)
Terjemah : “Barangsiapa yang melihat
kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah
dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah
kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman” (HR. Muslim)
Dari hadits tersebut
terdapat tiga metode yaitu:
a. Metode dengan tangan (bilyadi), tangan disini bisa dipahami secara tekstual
terkait dengan bentuk kemungkaran yang dihadapi tetapi tangan juga bisa
dipahami dengan kekuasaan (power), dan metode dengan kekuasaan sangat efektif
bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
b.
Metode dakwah dengan lisan
(billisan), maksudya dengan kata-kata yang lemah lembut yang dapat dipahami
oleh mad’u, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.
Hadits tentang bilhal dan
billisan:
مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللهُ فِي أُمَّةٍ
قَبْليِ إِلاَّ كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّوْنَ وَأَصْحَابٌ
يَأْخُذُوْنَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُوْنَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ
بَعْدِهِمْ خُلُوْفٌ يَقُوْلُوْنَ ماَ لاَ يَفْعَلُوْنَ وَيَفْعَلُوْنَ ماَ لاَ
يُؤْمَرُوْنَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذلِكَ
مِنَ الإِيْمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلَ
(رواه
مسلم من باب الإيمان).
Terjemah :
Tidaklah seorang nabi yang
diutus Allah dari umat sebelumku, kecuali dari umatnya terdapat orang-orang
hawariyun (para pembela dan pengikut) yang melaksanakan sunnahnya serta
melaksanakan perintah-perintahnya. Kemudian, datang generasi setelah mereka;
mereka mengatakan sesuatu yang tidak mereka kerjakan dan mereka mengerjakan
sesuatu yang tidak diperintahkan. Oleh karena itu, siapa yang berjihad terhadap
mereka dengan tangannya, maka ia adalah orang mukmin, siapa yang berjihad
melawan mereka dengan lisannya, maka ia adalah orang mukmin. Dan siapa yang
berjihad melawan mereka dengan hatinya, maka ia adalah orang mukmin. sedangkan
di bawah itu semua tidak ada keimanan meskipun hanya sebesar biji sawi” (H. R.
Muslim).[3]
c. Metode dakwah dengan hati (bilqolb), yang dimaksud dengan metode dakwah
dengan hati adalah dalam berdakwah hati tetap ikhlas, dan tetap mencintai mad’u
dengan tulus, apabila suatu saat mad’u menolak pesan dakah yang disampaikan,
mencemooh, mengejek, bahkan memusui dan membenci da’I, maka hati da’I tetap
sabar, tidak boleh membalas dengan kebencian tetapi sebaliknya tetap mencintai
mad’u, dan dengan hati yang ikhlas da’i hendaknya mendoakan mad’u agar mendapat hidayah dari Allah.[4]
C.
Sumber Metode Dakwah
1.
Al-Qur’an
Al-Qur’an di dalamnya
banyak membahas ayat mengenai dakwah. Di antara ayat-ayat tersebut ada yang
berhubungan denagn kisah para rasul dalam menghadapi umatnya. Selain itu, ada
ayat-ayat yang ditujukan kepad Nabi Muhammad ketika beliau melancarkan
dakwahnya. Semua ayat-ayat tersebut menunjukkan metode yang harus di fahami dan
dipelajari oleh setiap muslim. Karena Allah tidak akan menceritakan
melinkan agar dijadikam suri tauladan dan
dapat membantu dalam rangka menjalankan dakwah berdasarkan metode-metode
yang tersurat dan tersirat dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ
الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ ۚ وَجَاءَكَ فِي هَٰذِهِ الْحَقُّ
وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan
semua kisah-kisah dari rasul-rasul yang kami ceritakan kepadamu ialah
kisah-kisah yang dengannya dapat kamu teguhkan hatimu, dan dalam surat ini
datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman”. (QS. Hud: 120)
2.
Sunnah Rasul
Sunnah rasul banyak kita temui di
dalam hadits-hadits yang berkaitan dengan dakwah. Begitu juga dalam sejarah
hidup dan perjuangannya dan cara-cara beliau pakai dalam menyiarkan dakwahnya
baik ketika beliau berjuang di Makkah maupun di Madinah. Semua ini memberikan
contoh dalam metode dakwahnya. Karena setidaknya kondisi yang dihadapi
Rasululah ketika itu dialami juga oleh juru dakwah sekarang ini.
3.
Sejarah Hidup
Para Sahabat dan Fuqaha
Dalam sejarah hidup para
sahabat-sahabat besar dan para fuqaha cukuplah memberikan contoh baik yang
sangat berguna bagi juru dakwah. Karena mereka adalah orang-orang yang expert
dalam bidang agama. Muadz bin Jabal dan para sahabat lainnya merupakan figure
yang patut di contoh sebagai kerangka acuan dalam mengembangkan misi dakwah.
4.
Pengalaman
Experience is the best teacher, itu adalah motto yang punya pengaruh besar bagi orang-orang yang
suka bergaul dengan orang banyak. Pengalaman juru dakwah merupakan hasil
pergaulannya dengan orang banyak yang kadangkala dijadikan reference ketika
berdakwah.
Setelah kita mengetahui sumber-sumber metode dakwah sudah
sepantasnya kita menjadikannya sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitas
dakwah yang harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang sedang terjadi.[5]
5.
Aplikasi Metode Dakwah Rasulullah
Ketiga metode dakwah tersebut diaplikasikan oleh Rasulullah dalam
berbagai pendekatan, diantaranya yaitu:
1.
Pendekatan
Personal
Pendekatan dengan cara ini terjadi dengan cara individual yaitu
antara da’i dan mad’u langsung bertatap muka sehingga materi yang disampaikan
langsung diterima dan biasanya reaksi yang ditimbulkan oleh mad’u akan langsung
diketahui. Pendekatan dakwah seperti ini pernah dilakukan pada zaman Rasulullah ketika berdakwah secara
rahasia. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan di zaman era modern
seperti sekarang ini pendekatan personal harus tetap dilakukan karena mad’u
terdiri dari berbagai karakteristik.
2.
Pendekatan
Pendidikan
Pada masa Nabi, dakwah lewat pendidikan dilakukan beriringan dengan
masuknya Islam kepada para kalangan sahabat. Begitu juga pada masa sekarang
ini, kita dapat melihat pendekatan pendidikan teraplikasi dalam lembaga-lembaga
pendidikan pesantren, yayasan yang bercorak Islam ataupun perguruan tinggi yang
didalamnya terdapat materi-materi keislaman.
3.
Pendekatan
Diskusi
Pendekatan diskusi pada era sekarang sering dilakukan lewat
berbagai doskusi keagamaan, da’i berperan sebagai narasumber, sedangkan mad’u
berperan sebagai audience. Tujuan dari diskusi ini adalah membahas dan
menemukan pemecahan problematika yang ada kaitannya dengan dakwah sehingga apa
yang menjadi permasalahan dapat ditemukan jalan keluarnya.
4.
Pendekatan
Penawaran
Salah satu falsafah pendekatan penawaran yang dilakukan Nabi adalah
ajakan untuk beriman kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Cara
ini dilakukan Nabi dengan memakai metode yang tepat tanpa paksaan sehingga
mad’u ketika meresponinya tidak dalam keadaan tertekan bahkan ia melakukannya
dengan niat yang timbul dari hati yang paling dalam. Cara ini pun harus
dilakukan oleh da’i dalam mengajak mad’unya.
5.
Pendekatan Misi
Maksud dari pendekatan misi pengiriman tenaga para da’i ke
daerah-daerah di luar tempat domisili.
Kita
bisa mencermati untuk masa sekarang ini banyak organisasi yang bergerak di
bidang dakwah mengirimkan da’i mereka untuk disebarluaskan ke daerah-daerah
yang minim para da’i –da’inya, dan di samping itu daerah yang menjadi tujuan
adalah biasanya kurang memahami ajaran-ajaran Islam yang prinsipil.[6]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode dakwah merupakan cara-cara tertentu yang dilakukan
oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u
untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. Hal
ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu padangan human oriented menempatkan penghargaan
yang mulia atas diri manusia.
Bentuk-bentuk metode dakwah meliputi tiga aspek, yang pertama adalah metode dengan al-Hikmah
yaitu kemampuan dan ketepatan da’i memilih, memilah dan menyelaraskan dakwah
dengan kondisi objektif mad’u. Kedua,
dengan metode al-Mau’izhah Al-Hasanah yaitu tidak membeberkan kesalahan orang
lain, memakai sikap lemah lembut dalam menasehati. Ketiga, Al-Mujadalah
Bi-al-Lati Hiya Ahsan yaitu tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak tanpa
melahirkan sebuah permusuhan.
Sumber-sumber
metode dakwah berasal dari Al-Qur’an, Sunnah Rasul, sejarah hidup para sahabat
dan fuqaha, dan berdasarkan dari sebuah pengalaman.
Ketiga metode
dakwah tersebut diaplikasikan oleh Rasulullah dalam berbagai pendekatan, diantaranya
yaitu pendekatan personal, pendekatan melalui pendidikan, pendekatan dengan
cara diskusi, penndekatan penawaran, dan pendekatan misi.
B. Saran
Demikian pemaparan hadits tematik tentang metode
dalam berdakwah. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penyusun mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah selanjutnya. Semoga makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi kita
semua.
DAFTAR PUSTAKA
Munir, Muhammad.Metode Dakwah.2006.Jakarta:
Prenada Media.
Munir, Metode Dakwah.2009.Jakarta:Kencana.
http://follyakbar.blogspot.co.id/2012/07/hadits-hadits-dakwah.html Diakses pada tgl 10 Oktober
2016 pukul 14:01 WIB.
[3] http://follyakbar.blogspot.co.id/2012/07/hadits-hadits-dakwah.html Diakses pada
tgl 10 okt 2016 pukul 14:01
Bismillaah...
BalasHapusIzin menjadikan makalah ini salah satu sumber referensi ya mbak... untuk tugas kuliah.jazakillaah.